Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif. Foto/REUTERS |
TEHERAN - Iran dan Hamas sepakat membuka “lembaran baru” dalam hubungan mereka dengan tujuan untuk melawan musuh bersama, yakni Israel. Hubungan keduanya kini "mesra lagi" setelah retak terkait krisis Suriah, dimana Hamas bersikap anti-rezim Presiden Suriah Bashar al-Assad.
Kesepakatan itu tercapai setelah para pejabat senior Hamas melakukan kunjungan ke Teheran pada hari Senin yang disambut Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Jawad Zarif. Kunjungan para pejabat Hamas juga untuk menghadiri pengambilan sumpah jabatan Presiden Iran oleh Hassan Rouhani yang terpilih kembali pada pemilu Mei lalu.
Hamas merupakan faksi Palestina yang berkuasa di Jalur Gaza. Oleh Israel dan Amerika Serikat (AS), faksi itu dinyatakan sebagai organisasi teroris.
Uni Eropa juga pernah menyatakan hal serupa. Tapi, pada Juli lalu Uni Eropa menghapus nama Hamas dari daftar organisasi terroris yang membuat Israel dan AS marah.
“Kunjungan tersebut telah membuka halaman baru dalam hubungan bilateral kami dengan Iran yang bertujuan untuk menghadapi musuh bersama dan mendukung Palestina, Masjid Al-Aqsa dan perlawanan (terhadap pendudukan Israel),” kata pihak Hamas dalam sebuah pernyataan bersama dengan Menlu Zarif, seperti dikutip Jerusalem Post, Selasa (8/8/2017) malam.
Hamas juga mengutip pernyataan Zarif yang mengatakan bahwa Iran berencana untuk ”memelihara hubungan dengan faksi-faksi Palestina, yang dipimpin oleh Hamas, dan mempertahankan dukungannya untuk perlawanan Palestina”.
Di antara pejabat Hamas yang berkunjung ke Teheran itu salah satunya adalah Saleh al-Arouri, komandan militer yang oleh Israel dituding sebagai pengawas mengawasi “sel teror” di Tepi Barat. Dia dianggap dalang dari penculikan tiga remaja Israel pada tahun 2014 yang memicu perang Gaza.
Hubungan antara kedua belah pihak telah retak sejak awal konflik di Suriah pada tahun 2011. Faksi berkuasa di Gaza itu menolak untuk mendukung rezim Suriah—sekutu utama Iran di Timur Tengah—yang membuat Teheran marah. Imbasnya, Teheran memotong bantuan keuangan dan militer untuk Hamas.
Menurut sumber-sumber Palestina yang dikutip dari laporan Asharq Al-Awsat, keputusan Hamas untuk membangun hubungan yang lebih hangat dengan Teheran dipicu oleh sebagian perselisihan kelompok Islam yang berbasis di Gaza dengan Ikhwanul Muslimin.